Jumat, 27 Juni 2014

Perceraian Orang Tua dan Penyesuaian Diri Remaja



REVIEW JURNAL

 Abstrak
Perceraian yang dilakukan orang tua untuk mengakhiri hubungan sangat berakibat buruk pada mental anak, anak–anak hasil perceraian mengalami trauma, memperlihatkan gejala–gejala depresi ringan dan anti sosial dan juga berpengaruh pada cara anak berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Pentingnya penyesuaian diri ini, ketika remaja berada dalam situasi dan lingkungan yang baru demi terciptanya hubungan yang baik.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penyesuaian diri remaja terhadap lingkungannya dan dampak psikologis apa yang akan dialami anak yang orang tuanya bercerai.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif yaitu penelitian yang berusaha untuk menggambarkan atau melukiskan objek yang akan diteliti berdasarkan fakta yang ada di lapangan. Sedangkan subjek penelitian ini adalah 4 anak remaja dengan kategori usia 16 hingga 18 tahun dan 6 orang informan terdiri dari orang tua, guru serta teman sebaya.
Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa subjek mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan karena subjek mampu menerima kenyataan dan mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi dengan control emosi yang baik, percaya diri, terbuka, memiliki tujuan, dan bertanggung jawab juga dapat menjalin hubungan dengan cara yang berkualitas.
a
Masa remaja adalah masa yang sangat rawan oleh pengaruh-pengaruh negatif dan juga dimasa ini remaja mengalami ketidakstabilan emosi sehingga masih mudah dipengaruhi. Dimasa ini adalah masa dimana seseorang mencari identitas dirinya, mencari jati dirinya dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Kegagalan dalam penyesuaian diri anak remaja yang menjadi korban perceraian orangtua menyebabkan remaja mendapat kesulitan dalam menyesuaikan dirinya pada suatu kondisi yang baru, akhirnya di dalam dirinya timbul perasaan kegelisahaan, sedih, marah dan konflik bathin yang hal ini termanifestasi dalam bentuk perbuatanya seperti tidak dapat memusatkan perhatian, kurang semangat disebabkan oleh perceraian orang tua. Peristiwa ini dapat mengganggu kehidupannya, maka ia takut menjalin persahabatan, takut berusaha keras di sekolah, sehingga mengakibatkan kesulitan dalam belajar yang mempengaruhi prestasinya di sekolah.
Perceraian orang tua sangatlah mempengaruhi perkembangan anak seperti teori bronfrenbrenner tentang sistem kontekstual yang ke lima yaitu Kronosistem yang menambahkan dimensi waktu , salah satu co ntohnya adalah perubahan dalam komposisi keluarga, disini sesuai pembahasan perubahan dalam komposisi keluarganya berupa perceraian orang tua.
Namun , menurut bronfenbrenner , seseorang bukanlah semata-mata hasil dari perkembangan. Manusia memberi dampak pada perkembangannya sendiri melalui karakteristik biologis dan psikologis, bakat dan keterampilan, kecacatan serta temperamen. Maka dari itu remaja tersebut juga masih bisa mengontrol perkembangannya, dan menyesuaikan dirinya apakah dia bisa melewati masa ini dengan baik, atau malah terjerumus kedalam pengaruh-pengaruh negatif. Tetapi meskipun begitu, bagaimana reaksi anak terhadap perceraian orang tuanya , sangat dipengaruhi oleh cara orang tua berperilaku, senelum, selama, dan sesudah perceraian. Anak akan membutuhkan dukungan, kepekaan, dan kasih sayang yang lebih besar untuk membantunya mengatasi kehilangan yang dialaminya selama masa sulit ini. Mereka mungkin akan menunjukkan kesulitan penyesuaian diri dalam bentuk masalah perilaku, kesulitan belajar, atau penarikan diri dari lingkungan sosial.
Dalam penelitian ini penu;is bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari penyesuaian diri anak remaja yang orangtuanya bercerai terhadap lingkungannya, baik lingkungan keluarga, maupun lingkungan sekolah, mengetahui dan mempelajari dampak psikologis apa yang akan dialami oleh anak yang sedang menyesuaikan diri dengan situasi perceraian orang tua.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri yaitu :
1.Faktor Fisiologis , jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku. Faktor fisik juga sangat mempengaruhi penyesuaian diri. Seperti
sistem syaraf, kelenjar, dan otot .
2.Faktor Psikologis , faktor-faktor psikologis seperti pengalaman, hasil belajar, kebutuhan-kebutuhan, aktualisasi diri, frustasi, depresi, dan konflik yang dialami juga berpengaruh dalam penyesuaian diri.
3.Faktor Perkembangan dan kematangan, mempengaruhi setiap aspek kepribadian individu, seperti emosional, sosial, moral, kegamaan, dan intelektual.
4.Faktor Perkembangan dan kematangan, mempengaruhi setiap aspek kepribadian individu, seperti emosional, sosial, moral, kegamaan, dan intelektual.
5.Faktor Budaya dan agama, lingkungan budaya tempat tinggal dan tempat berinteraksi serta ajaran agama merupakan sumber nilai, norma, kepercayaan dan pola tingkah laku yang akan memberikan tuntunan bagi hidup dan akan menentukan pola penyesuaian dirinya.

Bentuk bentuk penyesuaian diri

Ada dua bentuk penyesuaian diri antara lain;
a.       Penyesuaian diri yang positif 
Orang yang mampu menyesuaikan diri yang positif berarti maumpu mengendalikan emosi, sikap serta perilakunya dalam menghadapi setiap persoalan yang ada, dan dapat mengabil inti atau hikmah dari setiap kejadian yang ada.
b.      Penyesuaian diri yang negatif
Orang dengan penyesuaian diri yang negatif berarti tidak mampu mengontrol dirinya secara baik, tidak mampu mengendalikan sikap, tindakan dan emosinya , serta tidak bisa menyelesaikan dengan baik setiap persoalan yang ada.



Perceraian

Perceraian merupakan terputusnya keluarga karena salah satu atau kedua pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan sehingga mereka berhenti melakukan kewajibannya sebagai suami istri. Menurut Holmes dan Rahe, perceraian adalah penyebab stres kedua paling tinggi, setelah kematian pasangan hidup.
 
Pada umumnya orangtua yang bercerai akan lebih siap menghadapi perceraian tersebut dibandingkan anak-anak mereka. Hal tersebut karena sebelum mereka bercerai biasanya didahului proses berpikir dan pertimbangan yang panjang, sehingga sudah ada suatu persiapan mental dan fisik. Tidak demikian halnya dengan anak, mereka tiba-tiba saja harus menerima keputusan yang telah dibuat oleh orangtua, tanpa sebelumnya punya ide atau bayangan bahwa hidup mereka akan berubah. Tiba-tiba saja Papa tidak lagi pulang ke rumah atau Mama pergi dari rumah atau tiba-tiba bersama Mama atau Papa pindah ke rumah baru. Hal yang mereka tahu sebelumnya mungkin hanyalah Mama dan Papa sering bertengkar, bahkan mungkin ada anak yang tidak pernah melihat orangtuanya bertengkar karena orangtuanya benar-benar rapi menutupi ketegangan antara mereka berdua agar anak-anak tidak takut.

Dampak dari perceraian
Dampak dari perceraian bisa berupa;
a.       Traumatis pada salah satu pasangan hidup yang benar benar berjuang untuk menjalankan kehidupan pernikahan dengan sebaik-baiknya namun kenyataannya harus berakhir dalam perceraian, maka ia akan merasakan kesedihan, kekecewaan,frustasi, bahkan depresi.
b.      Traumatis pada anak, anak-anak dari orangtua yang bercerai pastinya merasakan banyak dampak negatif, terutama dalam perkembangan perspektif anak . seperti perubahan dalam komposisi keluarga yang membuat ketidakstabilan dalam dunia anak . ia akan merasa sangat tertekan dan mempunyai pandangan-pandangan buruk terhadap pernikahan.

Remaja

Masa remaja adalah masa peralihan, dari masa anak-anal ke masa dewasa pada masa remaja juga terjadi banyak perubahan terutama perubahan psikologis baik rohaniah maupun jasmaniah. Masa ini adalah masa dimana orang tua harus benar benar ekstra mengawasi anaknya , karena masa ini merupakan masa yang sangat rawan oleh pengaruh pengaruh negatif.

Ciri-ciri masa remaja
            Menurut Hurlock (1999:22), masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya yaitu :
1. Masa remaja sebagai periode yang penting, remaja mengalami perkembangan fisik dan mental yang cepat dan penting.
2. Masa remaja sebagai periode peralihan, perpindahan dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya
3. Masa remaja sebagai periode perubahan, perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik.
4. Masa remaja sebagai usia bermasalah, masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan.
5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas.
Pencarian identitas dimulai pada akhir masa kanak-kanak, penyesuaian diri dengan standar kelompok lebih panjang daripada bersikap individualistis. Penyesuaian diri dengan kelompok remaja awal masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan, namun lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dengan kata lain ingin menjadi pribadi yang berbeda dari orang lain.
6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan. Anggapan strereotype budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku
merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi.
7. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa, remaja mulai memutuskan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa.

Pembahasan
Di dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif
yaitu penelitian yang berusaha untuk mengambarkan atau melukiskan objek yang akan diteliti berdasarkan fakta yang ada di lapangan. Penelitian yang datanya dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. (Moleong, 2007;8). Subjek penelitian ini adalah anak remaja yang orang tuanya bercerai dengan rentang usia 16 hingga 18 tahun, dan informan dalam penelitian ini terdiri dari orang tua, guru dan teman sebaya subjek. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 10 orang, 4 orang merupakan subjek remaja dan 6 informan. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu, observasi, wawancara, dokumentasi.
            Bedasarkan hasil penelitian menurut jurnal ini sebagian besar subjek mampu menyesuaikan diri pada lingkungannya, baik lingkungan tempat tinggal subjek maupun lingkungan sekolah, hal ini ditandai dengan mampunya subjek mengontrol emosi, tindakan serta perilakunya dalam setiap situasi.
            Berbeda halnya dari pernyataan subjek RA bahwa dia tidak mampu menerima kenyataan dirinya dengan permasalahan yang terjadi pada orang tua, kurangnya percaya diri dalam mengungkapkan pendapat dan merasa malu mengakibatkan subjek sulit bergaul dengan orang lain, ketidakmampuan mengendalikan emosi ketika melampiaskan amarah membuat subjek mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan keadaan dan lingkungan sekitarnya Fatimah (2006:195), juga menjelaskan anak dengan penyesuaian diri yang negatif, tidak mampu mengarahkan dan mengatur dorongan-dorongan dalam pikiran, kebiasaan, emosi, sikap dan perilakunya dalam menghadapi tuntutan dirinya dan masyarakat, serta tidak mampu menemukan manfaat dari situasi baru dalam memenuhi segala kebutuhan secara sempurna dan wajar.
            Menurut pendapat Konopka (dalam Agustiani 2006:54), Usia 16-18 tahun adalah masa yang ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan implulsivitas dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai. selaras dengan pernyataan Subjek DS yang mampu menerima kenyataan dengan keadaan orang tua yang telah bercerai dan tidak membuatnya putus asa dalam menjalani kehidupan kedepan karena subjek memiliki harapan dan keinginan untuk membuat orang tua bangga dengan keberhasilan yang dia raih nanti.
            Berdasarkan hasil dari keseluruhan subjek penelitian sebagian besar subjek yang orang tuanya becerai tiga dari empat subjek mampu menerima kenyataan yang terjadi, mengubah pandangaan terhadap relaitas untuk memiliki tujuan hidup kedepan membuat subjek mampu menerima keadaan yang terjadi pada dirinya bahwasanya perceraian yang terjadi pada orang tua merupakan jalan hidup bagi diri dan orang tuanya. Namun hal ini berbeda pada subjek RA satu dari keempat subjek penelitian ini, tidak mampu menyesuaikan diri pada lingkungan karena subjek belum mampu menerima keadaan yang terjadi pada dirinya dengan masalah bahwa orang tuanya telah bercerai, dan tidak dapat megendalikan emosi dengan baik serta mengalami kesulitan dalam bergaul karena malu pada teman jika mengetahui orang tuanya bercerai. Hal ini bisa berbeda karena dipicu dengan faktor pengalaman yang berbeda dari tiap masing-masing anak dalam menjalani permasalahan yang terjadi. Rentang waktu perceraian yang dilakukan oleh orang tua dianggap mampu mempengaruhi penyesuain diri anak.
            Demikian review dari jurnal ini , intinya perceraian dan penyesuaian diri anak dapat diatasi oleh orang tua maupun anak itu sendiri apabila kedua pihak bisa mengatasi permasalahan yang terjadi dengan positif, baik sikap, emosi maupun prilaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar