REVIEW JURNAL
Abstrak
Perceraian yang dilakukan
orang tua untuk mengakhiri hubungan sangat berakibat buruk pada mental anak,
anak–anak hasil perceraian mengalami trauma, memperlihatkan gejala–gejala
depresi ringan dan anti sosial dan juga berpengaruh pada cara anak berinteraksi
dengan lingkungan sekitarnya. Pentingnya penyesuaian diri ini, ketika remaja
berada dalam situasi dan lingkungan yang baru demi terciptanya hubungan yang
baik.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penyesuaian diri
remaja terhadap lingkungannya dan dampak psikologis apa yang akan dialami anak
yang orang tuanya bercerai.
Jenis penelitian ini adalah
kualitatif yaitu penelitian yang berusaha untuk menggambarkan atau melukiskan
objek yang akan diteliti berdasarkan fakta yang ada di lapangan. Sedangkan
subjek penelitian ini adalah 4 anak remaja dengan kategori usia 16 hingga 18
tahun dan 6 orang informan terdiri dari orang tua, guru serta teman sebaya.
Hasil dari penelitian ini memperlihatkan
bahwa subjek mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan karena subjek mampu
menerima kenyataan dan mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi
dengan control emosi yang baik, percaya diri, terbuka, memiliki tujuan, dan
bertanggung jawab juga dapat menjalin hubungan dengan cara yang berkualitas.
a
Masa
remaja adalah masa yang sangat rawan oleh pengaruh-pengaruh negatif dan juga
dimasa ini remaja mengalami ketidakstabilan emosi sehingga masih mudah
dipengaruhi. Dimasa ini adalah masa dimana seseorang mencari identitas dirinya,
mencari jati dirinya dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Kegagalan
dalam penyesuaian diri anak remaja yang menjadi korban perceraian orangtua
menyebabkan remaja mendapat kesulitan dalam menyesuaikan dirinya pada suatu
kondisi yang baru, akhirnya di dalam dirinya timbul perasaan kegelisahaan,
sedih, marah dan konflik bathin yang hal ini termanifestasi dalam bentuk
perbuatanya seperti tidak dapat memusatkan perhatian, kurang semangat
disebabkan oleh perceraian orang tua. Peristiwa ini dapat mengganggu
kehidupannya, maka ia takut menjalin persahabatan, takut berusaha keras di
sekolah, sehingga mengakibatkan kesulitan dalam belajar yang mempengaruhi
prestasinya di sekolah.
Perceraian
orang tua sangatlah mempengaruhi perkembangan anak seperti teori
bronfrenbrenner tentang sistem kontekstual yang ke lima yaitu Kronosistem yang
menambahkan dimensi waktu , salah satu co ntohnya adalah perubahan dalam
komposisi keluarga, disini sesuai pembahasan perubahan dalam komposisi
keluarganya berupa perceraian orang tua.
Namun ,
menurut bronfenbrenner , seseorang bukanlah semata-mata hasil dari
perkembangan. Manusia memberi dampak pada perkembangannya sendiri melalui
karakteristik biologis dan psikologis, bakat dan keterampilan, kecacatan serta
temperamen. Maka dari itu remaja tersebut juga masih bisa mengontrol
perkembangannya, dan menyesuaikan dirinya apakah dia bisa melewati masa ini
dengan baik, atau malah terjerumus kedalam pengaruh-pengaruh negatif. Tetapi
meskipun begitu, bagaimana reaksi anak terhadap perceraian orang tuanya ,
sangat dipengaruhi oleh cara orang tua berperilaku, senelum, selama, dan
sesudah perceraian. Anak akan membutuhkan dukungan, kepekaan, dan kasih sayang
yang lebih besar untuk membantunya mengatasi kehilangan yang dialaminya selama
masa sulit ini. Mereka mungkin akan menunjukkan kesulitan penyesuaian diri
dalam bentuk masalah perilaku, kesulitan belajar, atau penarikan diri dari
lingkungan sosial.
Dalam
penelitian ini penu;is bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari penyesuaian
diri anak remaja yang orangtuanya bercerai terhadap lingkungannya, baik
lingkungan keluarga, maupun lingkungan sekolah, mengetahui dan mempelajari
dampak psikologis apa yang akan dialami oleh anak yang sedang menyesuaikan diri
dengan situasi perceraian orang tua.
Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri yaitu :
1.Faktor
Fisiologis , jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku. Faktor fisik
juga sangat mempengaruhi penyesuaian diri. Seperti
sistem syaraf,
kelenjar, dan otot .
2.Faktor Psikologis
, faktor-faktor psikologis seperti pengalaman, hasil belajar,
kebutuhan-kebutuhan, aktualisasi diri, frustasi, depresi, dan konflik yang
dialami juga berpengaruh dalam penyesuaian diri.
3.Faktor Perkembangan
dan kematangan, mempengaruhi setiap aspek kepribadian individu, seperti
emosional, sosial, moral, kegamaan, dan intelektual.
4.Faktor Perkembangan
dan kematangan, mempengaruhi setiap aspek kepribadian individu, seperti
emosional, sosial, moral, kegamaan, dan intelektual.
5.Faktor Budaya
dan agama, lingkungan budaya tempat tinggal dan tempat berinteraksi serta
ajaran agama merupakan sumber nilai, norma, kepercayaan dan pola tingkah laku
yang akan memberikan tuntunan bagi hidup dan akan menentukan pola penyesuaian
dirinya.
Bentuk
bentuk penyesuaian diri
Ada dua bentuk penyesuaian diri
antara lain;
a.
Penyesuaian diri yang positif
Orang yang mampu
menyesuaikan diri yang positif berarti maumpu mengendalikan emosi, sikap serta
perilakunya dalam menghadapi setiap persoalan yang ada, dan dapat mengabil inti
atau hikmah dari setiap kejadian yang ada.
b.
Penyesuaian diri yang negatif
Orang dengan
penyesuaian diri yang negatif berarti tidak mampu mengontrol dirinya secara
baik, tidak mampu mengendalikan sikap, tindakan dan emosinya , serta tidak bisa
menyelesaikan dengan baik setiap persoalan yang ada.
Perceraian
Perceraian merupakan terputusnya keluarga
karena salah satu atau kedua pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan
sehingga mereka berhenti melakukan kewajibannya sebagai suami istri. Menurut
Holmes dan Rahe, perceraian adalah penyebab stres kedua paling tinggi, setelah
kematian pasangan hidup.
Pada umumnya
orangtua yang bercerai akan lebih siap menghadapi perceraian tersebut
dibandingkan anak-anak mereka. Hal tersebut karena sebelum mereka bercerai
biasanya didahului proses berpikir dan pertimbangan yang panjang, sehingga
sudah ada suatu persiapan mental dan fisik. Tidak demikian halnya dengan anak,
mereka tiba-tiba saja harus menerima keputusan yang telah dibuat oleh orangtua,
tanpa sebelumnya punya ide atau bayangan bahwa hidup mereka akan berubah.
Tiba-tiba saja Papa tidak lagi pulang ke rumah atau Mama pergi dari rumah atau
tiba-tiba bersama Mama atau Papa pindah ke rumah baru. Hal yang mereka tahu
sebelumnya mungkin hanyalah Mama dan Papa sering bertengkar, bahkan mungkin ada
anak yang tidak pernah melihat orangtuanya bertengkar karena orangtuanya
benar-benar rapi menutupi ketegangan antara mereka berdua agar anak-anak tidak
takut.
Dampak dari perceraian
Dampak dari
perceraian bisa berupa;
a. Traumatis
pada salah satu pasangan hidup yang benar benar berjuang untuk menjalankan
kehidupan pernikahan dengan sebaik-baiknya namun kenyataannya harus berakhir
dalam perceraian, maka ia akan merasakan kesedihan, kekecewaan,frustasi, bahkan
depresi.
b. Traumatis
pada anak, anak-anak dari orangtua yang bercerai pastinya merasakan banyak
dampak negatif, terutama dalam perkembangan perspektif anak . seperti perubahan
dalam komposisi keluarga yang membuat ketidakstabilan dalam dunia anak . ia
akan merasa sangat tertekan dan mempunyai pandangan-pandangan buruk terhadap
pernikahan.
Remaja
Masa
remaja adalah masa peralihan, dari masa anak-anal ke masa dewasa pada masa
remaja juga terjadi banyak perubahan terutama perubahan psikologis baik
rohaniah maupun jasmaniah. Masa ini adalah masa dimana orang tua harus benar
benar ekstra mengawasi anaknya , karena masa ini merupakan masa yang sangat
rawan oleh pengaruh pengaruh negatif.
Ciri-ciri masa remaja
Menurut Hurlock (1999:22), masa
remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum
dan sesudahnya yaitu :
1. Masa remaja sebagai periode yang
penting, remaja mengalami perkembangan fisik dan mental yang cepat dan penting.
2. Masa remaja sebagai periode
peralihan, perpindahan dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan
berikutnya
3. Masa remaja sebagai periode perubahan,
perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat
perubahan fisik.
4. Masa remaja sebagai usia
bermasalah, masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh
anak laki-laki maupun anak perempuan.
5. Masa remaja sebagai masa mencari identitas.
Pencarian identitas dimulai pada akhir masa kanak-kanak,
penyesuaian diri dengan standar kelompok lebih panjang daripada bersikap
individualistis. Penyesuaian diri dengan kelompok remaja awal masih tetap
penting bagi anak laki-laki dan perempuan, namun lambat laun mereka mulai
mendambakan identitas diri dengan kata lain ingin menjadi pribadi yang berbeda
dari orang lain.
6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan. Anggapan
strereotype budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang
tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku
merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan
mengawasi.
7. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa, remaja mulai
memutuskan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa.
Pembahasan
Di dalam penelitian ini penulis
menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif
yaitu penelitian yang berusaha untuk mengambarkan atau
melukiskan objek yang akan diteliti berdasarkan fakta yang ada di lapangan.
Penelitian yang datanya dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan
angka-angka. (Moleong, 2007;8). Subjek penelitian ini adalah anak remaja yang
orang tuanya bercerai dengan rentang usia 16 hingga 18 tahun, dan informan
dalam penelitian ini terdiri dari orang tua, guru dan teman sebaya subjek.
Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 10 orang, 4 orang merupakan subjek
remaja dan 6 informan. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu, observasi,
wawancara, dokumentasi.
Bedasarkan
hasil penelitian menurut jurnal ini sebagian besar subjek mampu menyesuaikan
diri pada lingkungannya, baik lingkungan tempat tinggal subjek maupun lingkungan
sekolah, hal ini ditandai dengan mampunya subjek mengontrol emosi, tindakan
serta perilakunya dalam setiap situasi.
Berbeda
halnya dari pernyataan subjek RA bahwa dia tidak mampu menerima kenyataan
dirinya dengan permasalahan yang terjadi pada orang tua, kurangnya percaya diri
dalam mengungkapkan pendapat dan merasa malu mengakibatkan subjek sulit bergaul
dengan orang lain, ketidakmampuan mengendalikan emosi ketika melampiaskan
amarah membuat subjek mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dengan keadaan
dan lingkungan sekitarnya Fatimah (2006:195), juga menjelaskan anak dengan
penyesuaian diri yang negatif, tidak mampu mengarahkan dan mengatur
dorongan-dorongan dalam pikiran, kebiasaan, emosi, sikap dan perilakunya dalam
menghadapi tuntutan dirinya dan masyarakat, serta tidak mampu menemukan manfaat
dari situasi baru dalam memenuhi segala kebutuhan secara sempurna dan wajar.
Menurut
pendapat Konopka (dalam Agustiani 2006:54), Usia 16-18 tahun adalah masa yang
ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Pada masa ini
remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan implulsivitas
dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan yang ingin
dicapai. selaras dengan pernyataan Subjek DS yang mampu menerima kenyataan
dengan keadaan orang tua yang telah bercerai dan tidak membuatnya putus asa
dalam menjalani kehidupan kedepan karena subjek memiliki harapan dan keinginan
untuk membuat orang tua bangga dengan keberhasilan yang dia raih nanti.
Berdasarkan
hasil dari keseluruhan subjek penelitian sebagian besar subjek yang orang
tuanya becerai tiga dari empat subjek mampu menerima kenyataan yang terjadi,
mengubah pandangaan terhadap relaitas untuk memiliki tujuan hidup kedepan
membuat subjek mampu menerima keadaan yang terjadi pada dirinya bahwasanya
perceraian yang terjadi pada orang tua merupakan jalan hidup bagi diri dan
orang tuanya. Namun hal ini berbeda pada subjek RA satu dari keempat subjek
penelitian ini, tidak mampu menyesuaikan diri pada lingkungan karena subjek
belum mampu menerima keadaan yang terjadi pada dirinya dengan masalah bahwa
orang tuanya telah bercerai, dan tidak dapat megendalikan emosi dengan baik
serta mengalami kesulitan dalam bergaul karena malu pada teman jika mengetahui
orang tuanya bercerai. Hal ini bisa berbeda karena dipicu dengan faktor
pengalaman yang berbeda dari tiap masing-masing anak dalam menjalani
permasalahan yang terjadi. Rentang waktu perceraian yang dilakukan oleh orang
tua dianggap mampu mempengaruhi penyesuain diri anak.
Demikian
review dari jurnal ini , intinya perceraian dan penyesuaian diri anak dapat
diatasi oleh orang tua maupun anak itu sendiri apabila kedua pihak bisa
mengatasi permasalahan yang terjadi dengan positif, baik sikap, emosi maupun
prilaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar